Saudaraku,
Yang namanya manusia, adalah sejenis makhluk yang tidak pernah merasa puas. Sentiasa mahu lebih. Sentiasa merasa kekurangan. Hingga wajar, Ar-Rasul Musthofa SAW menjelaskan;
"Seandainya seorang Bani Adam (manusia) itu memiliki selembah emas, dia tentu mengingkan memiliki dua lembah dan sama sekali tidak akan memenuhi mulutnya kecuali tanah (tidak merasa puas sebelum mati) (Muttafaqun 'alaih)
Dalam ia mahu yang lebih dan lebih dan lebih lagi, barangkali ia tidak sedar betapa yang lebih tidak semestinya menguntungkan. Ambillah oksigen di udara misalannya. Oksigen sangat diperlukan oleh seluruh kehidupan di dunia nan fana ini. Namun, jika nisbah oksigen sebanyak 21% yang ada di udara ini ditingkatkan hatta sebanyak 2% sahaja, itu sudah cukup untuk menjadikan kenyamanan kehidupan terancam dan lintang-pukang lantaran meningkatnya risiko pembakaran, dek sifat oksigen yang cenderung untuk mencetuskan kebakaran. Nah, ternyata dengan oksigen sebanyak itu, biar kecil kelihatan angkanya, ternyata itu sudah cukup untuk memberikan kehidupan buat manusia, haiwan, malah tumbuh-tumbuhan. Kandungan oksigen di udara semacam menjadi saksi, betapa seringkali yang lebih itu, bahkan bisa membahayakan, memberikan ancaman, malah membawa kepada kemudharatan, selain menjauhlah kemanfaatan yang diharap-impikan.
Namun, bersyukur dan bersikap redha dengan apa yang ada, tidaklah bererti harus berasa puas dengan achievement yang tidak seberapa sehingga langsung berhenti berusaha. Kerana harus kita akui, "kefakiran itu bisa membawa kepada kekafiran." Sungguhpun hadith tersebut ternilai sangat dhaif darjatnya, tetapi mesej dan maksud yang terkandung pada ungkapan itu ternyata banyak juga kebenarannya. Bahkan banyak hadith-hadith yang lebih sahih dan lebih tepat, yang menyokong kenyataan tersebut.
Di dalam sunan Abu Daud Dari Abu Said al-Khudry R.A: Pada suatu hari, Rasulullah telah memasuki masjid (baginda) dan mendapati seorang lelaki Ansar yang dipanggil Abu Umamah. Rasulullah bertanya: "Wahai Abu Umamah, kenapa aku tak ada nampak pun engkau duduk-duduk di masjid semasa waktu solat?" Abu Umamah menjawab: "Kerisauan dan hutang-hutang memaksaku demikian, Ya Rasulullah." Rasulullah: "Adakah engkau mahu jika aku ingin mengajarmu kata-kata yang apabila engkau menyebutnya Allah akan membawa pergi kerisauanmu dan melunaskan hutangmu?" Abu Umamah menjawab: "Sudah tentu, Ya Rasulullah!" Rasulullah bersabda: Ucapkanlah ketika pagi dan petang: Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung dari-Mu daripada kerisauan, kesedihan, rasa lemah-lemah (badan) dan sifat malas, juga daripada sifat penakut dan kedekut, serta dari belenggu hutang dan penganiayaan (perlakuan keras/kasar) manusia terhadapku.
Maka Abu Umamah Justeru aku pun mengamalkannya, maka Allah telah menghilangkan kerisauanku dan terlunas semua hutang-hutangnya.
Dalam riwayat yang lain yang menyebut al-faqr (kefakiran) dengan status yang lebih sahih dan sanad yang kuat ialah hadis doa Nabi Muhammad SAW yang bermaksud: "Ya Allah sesungguhnya aku berlindung dengan-Mu dari kefakiran, kekurangan, kehinaan dan dari menzalimi orang lain atau dizalimi oleh orang lain.
(Musnad Ahmad, hadis nombor: 8053; Adab al-Mufrad, al-Bukhary, hadis nombor: 678; Sunan Abu Daud, hadis nombor: 1539, Sunan al-Nasa'iy, hadis nombor: 5460; Sunan Ibnu Majah, hadis nombor: 3842; Ibnu Hibban, hadis nombor 1030; Mustadrak, al-Hakim, hadis nombor: 1983; al-Sunan al-Kubra, al-Baihaqy, hadis nombor: 12929 - isnadnya sahih dan Al-Albany juga mengkategorikannya sebagai hadis sahih dalam Sahih al-Jami', hadis nombor: 1287).
Seperti Oksigen, begitu kandungannya di udara turun hingga ke paras 11%, itu sudah bisa membawa kepada kerosakan otak, hilangnya kesedaran, bahkan bisa membawa kepada maut! Maka lihatlah, bagaimana menjunamnya prestasi Islam di tengah-tengah ketamadunan dan peradaban manusia, justeru menyebabkan hilangnya izzah dan penghormatan masyarakat dunia kepada agama yang justeru sebenarnya membangunkan dan menggemilangkan!
Wajar, Imam Hassan Al-Banna ketika mana berbicara tentang maratibul amal, Al-Banna tidak sekadar menyebut peri-pentingnya menjadi Muslim yang baik. Atau punya keluarga yang Islami. Tidak juga sekadar beroleh pemerintah yang Islami atau Negara yang Islam. Bahkan, Al-Banna punya visi betapa targetnya umat Islam itu, harus sampai kepada ustaziyatul alam: guru dan pusat referensi kepada seluruh alam! Bukankah Ar-Rasul itu sendiri terutus sebagai rahmah buat sekalian alam?
Maka dengan itu, sedarlah kita betapa pengasih lagi pemurahnya Ar-Rahman, tatkala ia menyebut tentang sifat-sifat Ar-Rahman-Nya itu, tidak lupa Dia menyebut tentang betapa rahmatnya alam, udara dan semuanya, diciptakan di atas neraca keseimbangan. Firman Allah:
"Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca.
Supaya kamu jangan melampaui batas tentang neraca itu.
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neraca itu."
(Surah Ar-Rahman [55]:7-9)
Itulah kata kuncinya: keseimbangan. Lantas, dengan terciptanya komposisi udara secara seimbang –Oksigen 21%, Nitrogen 78% dan Argon 1%- apakah kita sedar lalu bersyukur dengan betapa besarnya nikmat dan kurnia pemberian Tuhan? Andai kurang bisa membawa kepada kematian. Andai lebih, membawa pula malapetaka berbentuk kebakaran. Tapi bila ianya just nice, tawazun, wasatiyyah, tenyata kehidupan nyawan lagi membahagiakan. Apakah dikau pernah bersyukur dengan keseimbangan ini?
Itulah sebabnya Allah SWT menyebutkan:
"Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghinggakannya."
(Surah Ibrahim [14]:34)
Betapa lemah, dhaif dan lekanya manusia, hingga takkan pernah bisa, takkan pernah sanggup mensyukuri segala nikmat pemberian Tuhan. Maka, kembalilah bertanya kepada diri-diri kita, nikmat pemberian Tuhanmu yang manakah yang sudah dikau alpakan?
Cilegon, Banten
