Serial Perigi I – Jalan Keluar
Saudaraku,
Kira-kira, bagaimana keadaan dan kondisi umat Islam hari ini? Apakah Muslimin kesemuanya atau secara keseluruhannya merupakan sebuah umat yang mulia lagi dihormati, seperti yang disabdakan oleh baginda Nabi "al-Islam ya'lu wa la yu'la alaih" "Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi daripadanya," dan juga firmanullahi ta'ala beserta janji-Nya "kuntum khairul ummatin" "kalian merupakan umat yang terbaik", atau, secara hakikatnya, umat Islam dewasa ini merupakan suatu umat yang dipandang rendah, di pandang hina, dilihat sebagai sebuah masyarakat "barbarian" yang senantiasa sinonim dengan keganasan, serta dari satu sudut yang lain, sebuah umat yang miskin, bangsat dan melarat? Mana satu kira-kira, status umat Islam pada hari ini?
Tentu, kalau saja umat Islam adalah umat yang mulia lagi awesome di sisi pandangan penghuni bumi, mana mungkin masyarakat Rohingnya di perlakukan sewenang-wenangnya tanpa pembelaan di Myanmar. Atau rakyat Palestin diinjak di hina di Palestin. Dan juga Muslimin di belahan bumi lainnya; di Chehnya, di Kashmir, dan lain sebagainya. Itulah bukti betapa masyarakat Muslim dewasa ini, secara hakikatnya berada di dalam sebuah sumur. Sebuah perigi, yang penuh dengan nasib malang, yang penuh dengan kehinaan, yang penuh dengan kenistaan, dan kita seumpama tidak mampu keluar lagi daripadanya.
Maka, kali ini saya ingin bercerita tentang "serial sumur" atau "serial perigi", agar kita sedar hakikat ini, dan dapat segera memikirkan, bagaimana bisa keluar dan menyelamatkan diri daripadanya.
Semalam, sudah saya kongsikan secara verbal dengan adik-adik di suatu tempat (semasa sesi jaulah kami) tentang dua kisah yang mudah-mudahan mampu menjadi sumber inspirasi untuk kita buat keluar daripada sumur kehinaan ini. Namun, sebelumnya, izinkan saya berbicara untuk kali ini, satu ayat al-Quran yang berbicara tentang "misi menyelamatkan diri daripada perigi kehinaan ini," agar mudah-mudahan ayat ini menjadi inspirasi juga buat kita, agar segera mengeluarkan diri daripadanya (sumur tadi).
Ayat itu berbunyi:
اللَّهُ وَلِيُّ الَّذِينَ آمَنُوا يُخْرِجُهُمْ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ
"Allah Pelindung (Yang mengawal dan menolong) orang-orang yang beriman. Ia mengeluarkan mereka dari kegelapan (kufur) kepada cahaya (iman)…."
(Surah Al-Baqarah [2]:257)
Dan yang seumpama dengannya.
Saudaraku,
Perhatikan sebentar ayat ini.
Allah mengkhabarkan kepada kita, betapa diri-Nyalah yang akan bisa mengeluarkan manusia daripada perigi kegelapan (الظُّلُمَاتِ) kepada kondisi cahaya yang terang-benderang. Soalannya, mengapa tidak dikatakan sahaja diri-Nya "menukarkan kondisi mereka daripada kegelapan kepada cahaya nan terang-benderang" misalnya? Tetapi, mengapa harus ada perkataan "keluar", hingga menjadi "Dia mengeluarkan mereka daripada kegelapan kepada cahaya"?
Di antara sebabnya ialah, iya sumur tadi. Ingat, kita tidak sekadar menjadi "orang-orang yang gelap", tetapi bahkan berada dalam kondisi gelap. Dalam sumur gelap. Dalam perigi kegelapan. Apa ertinya kita menjadi "insan-insan cahaya" kalau kiranya kondisi persekitaran kita masih gelap? Dan, bahkan, jika hanya diri kita yang menjadi "terang", tanpa bebas dari kondisi yang gelap, dikhuatiri persekitaran yang gelap itu, the dark side itu, akan menukar kembali "orang-orang cahaya" ini kembali menjadi "orang-orang gelap" (the dark side).
Bayangkan seorang anak raja. Sebelum ayahnya sang raja dijatuhkan, dibunuh, anak raja itu dikurung dulu dalam perigi. Dan sang bendahara yang merampas kuasa, memartabatkan dirinya sendiri sebagai raja yang baru. Ketika rakyat bangkit menuntut yang haq, menuntut kebenaran, lalu rakyat memproklamasikan sang anak raja yang terkurung tadi sebagai raja yang sebenar, bukan sekadar Rajagopal atau raja lawak atau raja kapur, apakah ada ertinya anak raja itu beroleh kekuasaan, beroleh kerajaan, andai dirinya masih terperangkap di dalam perigi tersebut?
Itulah sebabnya, sebelum Nabi kita Yusuf A.S. menerima offer kekuasaan daripada pemerintah Mesir, ia terlebih dahulu meminta kerajaan membersihkan namanya daripada black list, dari pertuduhan konon ia menghuni "alam banduan", kerana kesalahannnya cuba merogol majikannya, isteri salah seorang "menteri kabinet." Kerana apalah ertinya kekuasaan, andai "skandal" atau pertuduhan, masih melekat pada namanya? Ia harus "keluar" dari skandal dan pertuduhan itu dahulu, barulah bisa menikmati "cahaya" kekuasaannya.
"Dan (apabila mendengar tafsiran itu) berkatalah raja Mesir:" Bawalah dia kepadaku! "Maka tatkata utusan raja datang kepada Yusuf (menjemputnya mengadap raja), Yusuf berkata kepadanya: Kembalilah kepada tuanmu kemudian bertanyalah kepadanya: "Apa halnya perempuan-perempuan yang melukakan tangan mereka ? Sesungguhnya Tuhanku Maha Mengetahui tipu daya mereka"
Setelah perempuan-perempuan itu dipanggil), raja bertanya kepada mereka: "Apahal kamu, semasa kamu memujuk Yusuf mengenai dirinya?" Mereka menjawab: JauhNya Allah dari segala cacat cela, kami tidak mengetahui sesuatu kejahatan terhadap Yusuf". Isteri Al-Aziz pun berkata: "Sekarang ternyatalah kebenaran (yang selama ini tersembunyi), akulah yang memujuk Yusuf berkehendakkan dirinya (tetapi ia telah menolak); dan sesungguhnya adalah ia dari orang-orang yang benar.
"(Pengakuanku) yang demikian supaya ia mengetahui, bahawa aku tidak mengkhianatinya semasa ia tidak hadir (bersama di sini); dan bahawa Allah tidak menjayakan tipu daya orang-orang yang khianat."
(Surah Yusuf [12]:50-52)
Dan Allah juga menyebut, berdasarkan ayat yang mula-mula tadi, betapa yang bisa mengeluarkan kita daripada sumur kegelapan ini, hanyalah dirinya. Itulah sebabnya, bila yang selain Allah dijadikan "timba" atau "tali" buat menarik kita keluar daripada perigi kegelapan ini, kita bukan sekadar tidak bisa keluar, bahkan akan jatuh makin dalam lagi. Kerana sambungan kepada ayat tadi berbunyi:
وَالَّذِينَ كَفَرُوا أَوْلِيَاؤُهُمُ الطَّاغُوتُ يُخْرِجُونَهُمْ مِنَ النُّورِ إِلَى الظُّلُمَاتِ
"…dan orang-orang yang kafir, penolong-penolong mereka ialah Taghut yang mengeluarkan mereka dari cahaya (iman) kepada kegelapan (kufur)…."
(Surah Al-Baqarah [2]:257)
Nah, yang namanya Thaghut bahkan menjerumuskan lagi diri kita ke lembah kegelapan, lembah kehinaan, lembah kebinasaan. Hingga wajar, Allah Azza Wa Jalla memperingatkan, bukan sekadar untuk menjauhi paksi kejahatan ini, bahkan cenderung atau "memberi bola tanggung" kepada mereka, hingga mereka mampu melakukan "smash" yang memberikan mata kepada mereka dalam "perlawanan menentang pasukan kebenaran" pun, adalah dilarang. Firman Allah:
وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ |
"Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang berlaku zalim maka (kalau kamu berlaku demikian), api Neraka akan membakar kamu, sedang kamu tidak ada sebarang penolong pun yang lain dari Allah. Kemudian (dengan sebab kecenderungan kamu itu) kamu tidak akan mendapat pertolongan"
(Surah Hud [11]:113)
Maka, berupayakah kita untuk keluar daripada perigi atau sumur ini?