Ada orang, dia merasakan bahawa yang namanya dakwah, yang namanya tarbiyah, terukur pada betapa “besar”nya program yang dianjurkan. Konon, dengan gempak, dengan hebat, dengan meganya sesebuah program, bererti jangkauan dakwah dan jaringan tarbiyah telah menyebar luas ke dalam masyarakat, lalu di situlah terukur kehebatan tarbiyah.
Aneh. Jika pada meganya sesebuah program menjadi kayu ukur keluasan dan keberhasilan tarbiyah, maka masyarakat Bani Israel telah merasakan “sentuhan tarbiyah” yang lebih “mega”. Di hadapan mereka, betul-betul di depan mata, mereka melihat kehabatan Allah menenggelamkan keangkuhan Firau dan bala tenteranya, sekaligus mengangkat kebenaran, dan menghapuskan kebatilan.
“Dan (ingatlah), ketika Kami belah laut untukmu, lalu Kami selamatkan kamu dan Kami tenggelamkan (Firaun) dan pengikut-pengikutnya sedang kamu sendiri menyaksikan. “
(Surah Al-Baqarah [2]:50)
Lagi, mereka turut “dibelai” dengan hidangan dari langit, yang tidak bisa dirasai oleh umat moden lagi kaya pada hari ini. Itulah Al-Mannu, itulah As-Salwa.
“Dan Kami naungi kamu dengan awan, dan Kami turunkan kepadamu "manna" dan "salwa". Makanlah dari makanan yang baik-baik yang telah Kami berikan kepadamu. Dan tidaklah mereka menganiaya Kami, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. “
(Surah Al-Baqarah [2]:57)
Tapi, kenapa agaknya Allah kemudian menyebut mereka sebagai bangsa yang ditimpa az-zillah dan al-maskanah (nista dan kehinaan)? Bahkan, lebih “extreme” lagi, Allah kemudiannya melaknat bangsa yang begitu “mega” program yang dilalui mereka?
“Lalu ditimpakanlah kepada mereka nista dan kehinaan, serta mereka mendapat kemurkaan dari Allah. Hal itu (terjadi) karena mereka selalu mengingkari ayat-ayat Allah dan membunuh para nabi yang memang tidak dibenarkan. Demikian itu (terjadi) karena mereka selalu berbuat durhaka dan melampaui batas.”
(Surah Al-Baqarah [2]:61)
“Telah dilaknati orang-orang kafir dari Bani Israel dengan lisan Daud dan Isa putra Maryam. Yang demikian itu, disebabkan mereka durhaka dan selalu melampaui batas.”
(Surah Al-Ma’idah [5]:78)
Jawabnya, kerana hakikat tarbiyah itu bukan pada gah dan meganya program yang dilalui, tetapi hakikat tarbiyah itu pada sejauh mana berjalannya Islam dalam hidup kita.
Kerana itu andai kata kita tinggalkan segala ajaran Allah dan rasul-Nya, itu bererti kita tidak merasakan hakikat tarbiyah. Tidak merasakan natijah tarbiyah, biarpun kita sedang dalam sebuah program bernuansa tarbiyah. Lalu jelaslah kepada kita betapa yang memuliakan kita semua adalah sejauh mana taqwa kita kepada diri-Nya (Allah), bukan “kad keahlian” penganjur program yang membawa kita ke Syurga.
Dari segi “keahlian” kita mungkin kononnya manusia diredhai Allah. Tapi tanpa natijah tarbiyah menghiasi diri kita, dengan zikrullah mengalunkan hari-hari kita, dengan tilawah al-Quran memenuhi ruang masa kita, dengan menyeru orang ke jalan Allah memenuhi hari-hari kita, sebaliknya hanya gah dengan “kad keahlian” dan “program-program mega”, tidakkah “program tarbiyah” yang dilalui oleh Bani Israel lebih gah dan gempak berbanding kita?
Malang, akhirnya, patung sapi itu juga yang dirindui mereka.
“Dan (ingatlah), ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, sesungguhnya kamu telah menganiaya dirimu sendiri karena kamu telah menjadikan anak lembu (sembahanmu), maka bertobatlah kepada Tuhan yang menjadikan kamu dan bunuhlah dirimu. Hal itu adalah lebih baik bagimu pada sisi Tuhan yang menjadikan kamu; maka Allah akan menerima tobatmu. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang."
(Surah Al-Baqarah [2]:54)
Biar kerdil di mata manusia,
Asal mulia di singgahsana Syurga,
Biar tidak dikenali oleh penghuni dunia
Asal “ megah” nama di “atas” sana
Biar lambat menanti natijah
Asal usaha mendapat barakah
Walau pengorbanan disebut tiada
Asal Allah member redha
Mungkin kita tiada “nama”
Cukuplah ikhlas menjamin jaya
Ucapkanlah “Sayonara” kepada Jahiliyah, usah dirindu “si patung sapi” itu. Kerana yang akan men”jamin”mu nanti (di Mahsyar) bukan program mega yang pernah kau lalui, tetapi natijah tarbiyah yang kau hasili.
No comments:
Post a Comment